Minggu, 28 April 2013

Cerpenku : Kuharap Kau Mengerti



Kuharap Kau Mengerti

        Sore itu aku pulang dengan kawanku berdua saja menuju ke terminal angkutan umum. Rumah kami tidak sejalur, maka dari itu kami berpisah setelah kami mendapatkan angkutan umum tujuan rumah kami. Waktu itu pukul 15.15, sebelum kami pulang temanku melihat seorang anak laki-laki berkaos hitam dengan celana basket warna putih merah dan sepatu basket warna hitam dengan ransel sekolah di punggungnya di persimpangan menuju terminal angkutan umum. Arah kami berlawan dengan anak itu. “Anak itu kalau sudah dewasa pasti keren”, katanya. Aku tak menjawab kata-katanya, hanya membalas dengan ekspresi masa bodoh. Lalu aku menengok ke arah anak itu, “lumayan..”, kataku sambil tersenyum sinis pada kawanku. Akhirnya kami pun berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.
        Keesokan paginya seperti sebelum-sebelumnya, cukup cerah dan menyenangkan karena pelajaran pertama kosong. Aku dan teman-temanku yang lain duduk-duduk di depan kelas sambil memperhatikan adik-adik kelas yang lalu lalang di lapangan, sibuk kesana kemari berpindah kelas. Kelasku berada di lantai bawah dan sangat kumuh, berbeda sekali dengan kelas-kelas baru di dekat lapangan badminton itu, serta kelas-kelas di lantai dua yang terlihat sangat berkilau karna memang gedungnya masih baru. Aku mengamati setiap kelas itu dan meratapi nasibku sendiri di kelas yang kumuh ini. Mataku tertuju di sebuah kelas di pojok atas dekat dengan kelasku, aku nyaris tak pernah naik ke lantai dua karna kelasku selalu ada di bawah. Setelah kuamati cukup lama, aku melihat anak laki-laki yang kemarin kulihat dengan kawanku ketika pulang sekolah. Tanpa ragu aku menanyakan kepada temanku, siapakah anak itu. Dengan semangat temanku menjelaskan, aku pun hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasannya.
        Tiba-tiba hpku bergetar, ternyata ada 1 pesan masuk. “Mba..”, isi sms itu. Ternyata dari Sandy, adik kelasku. Dengan segera aku membalas pesannya dengan nada judes “Hih, lagi pelajran malah smsan!”, balasku. Kami pun akhirnya saling berkirim sms sampai waktu istirahat tiba. Menyenangkan memang bisa dekat dengannya, namun terkadang timbul perasaan bersalah karna ternyata belakangan hari ini pacarnya sering marah-marah karna aku terlalu dekat dengannya. Cintya, pacarnya itu pun yang juga mengenalku, namun karna aku lah penyebab kemarahan Cintya, hubungan kami pun tak sedekat dulu lagi. Mereka berdua tidak lagi akur sejak Sandy dekat dengan ku, aku pun terkadang jadi khawatir dengannya, tapi dia seperti tak pernah menghiraukan pacarnya dan terkesan lebih memilihku.
        Pukul 15.30 aku baru sampai di rumah. Badanku lemas sekali, seperti tidak ada energi lagi dalam tubuhku, kuhempaskan tubuhku di spring bed nan empuk dengan bantal guling favoritku yang selalu kupeluk saat tidur. Keinginan untuk mandi pun hilang karna rasanya aku sudah tidak sanggup lagi untuk bangkit dari ranjang ini.
        Drrr…drrrt..” hpku bergetar lagi. Cepat-cepat ku ambil dari sakuku, ternyata SMS dariSandy, kini semakin hari rasanya aku makin dekat dengannya meskipun aku tahu dia telah memiliki kekasih. Namun ku piker saat ini tidak ada salahnya untuk tetap dekat dengannya, lagi pula aku memang menyukainya biarpun hanya sedikit. Tiba-tiba aku teringat dengan Satria, anak laki-laki yang ku lihat di persimpangan itu. Karena rasa penasaranku yang tinggi aku pun menanyakannya pada Sandy, ia memang cukup asyik sebagai teman curhat, sifatnya yang lumayan dewasa membuatku merasa tidak ada selisih usia, dengan gamblang ia menjawab keluh kesahku. Begitu besarnya rasa penasaranku, aku pun akhirnya mencoba menanyakan nomor hp-nya, untuk sekedar berkenalan. Namun tenyata nama Satria tak ada dalam kontak di handphonenya.
        Hari-hari seperti biasa ku lewati, ujian uji coba sudah berkali-kali dilaksanakan, tetapi nilaiku tidak ada perubahan, hanya sedikit saja kemajuannya, kalau begini bagaimana bisa aku lulus dengan rata-rata tinggi dan masuk ke sekolah lanjutan favorit. Aku menundukan kepalaku seperti orang yang mau pingsan. Akan tetapi, rasanya hal itu hanya sekejap saja buatku karna setiap hari Sandy selalu memberiku semangat dan aku pun bisa bangkit lagi. Terkadang terlintas di pikiranku, untuk menghentikan hubunganku dengan Bagas, aku sudah tak tahan lagi dengan sikapnya yang kekanak-kanakan, padahal kami sudah menjalin hubungan lebih dari 1 tahun, tapi kini kami seperti tak saling mengenal. Aku pun sedih jika mengingat pengorbanan yang ia lakukan demiku, namun apa mau dikata sifatnya yang seperti itu membuatku tak bisa menahan kesabaran lebih lama lagi.
        Hmm, hari yang menyenangkan tanpa les..” gumamku ketika menunggu ibuku menjemputku dari sekolah, sambil mengamati jalanan dan lalu lalang kendaraan. Dari sebrang jalan tak sengaja aku melihat Sandy bersama dengan temannya, namun kali itu bukan dengan teman sekelasnya, dan mereka terlihat akrab, iseng saja ku tanyakan padanya siapakan temannya itu, lalu ia pun menjawab, “Buyung”.”Oh..” jawabku, tak lama kemudian ibuku dating menjemputku dan aku pun bergegas pulang. Sesampainya di rumah, seperti biasa 1 SMS langsung ku kirim ke nomor Sandy, ternyata dia masih di sekolah, karena teringat dengan temannya aku pun dengan cepat menanyakan segala sesuatu tentang kawannya itu. Lagi-lagi rasa penasaranku muncul, aku pun meminta nomor hp kawannya itu, dalam hitungan detik aku pun mendapatkannya.
        Langsung saja aku pun mengirim sebuah pesan untuknya sebagai perkenalan, tak perlu menunggu lama balasan darinya pun ku dapat. Ternyata dia cukup ramah dan cukup menarik juga untuk lebih mengenalnya. Namun dia sedikit menyebalkan, terkadang bersikap dewasa dengan selalu menasihatiku, padahal dia itu sangat kekanak-kanakan kalau menurutku.
        Hari demi hari berlalu, Buyung pun sudah mulai membuka dirinya dan aku pun tak lagi enggan untuk bercerita padanya mengenai berbagai hal, aku sebenarnya selalu ingin menceritakan kepadanya tentang seorang anak yang kulihat waktu itu. Walau sedikit ragu, akhirnya ku ceritakan hal tersebut padanya, ternyata Buyung mengenalnya, “Fuuuh…” lega sekali aku mengetahuinya, hal itu berarti mungkin ada sedikit harapan untuk bisa mengenalnya, dan dengan jujur aku pun menceritakan maksudku tentang hal yang ku ceritakan padanya, dan dia pun mengerti. Akhirnya aku pun menanyakan tentang nomor hpnya, dan aku pun mendapatkannya. “Yahuuuuu…!!” rasa senangku tak terbendung, dengan segera aku pun mengirim pesan ke nomor yang baru saja kudapat.
        Ternyata tak semudah kelihatannya, Satria terlalu cuek dan sulit untuk didekati. Dengan sabar aku pun tetap berusaha dekat dengannya, bagai mencari jarum dalam jerami, yang perlu ku lakukan adalah menggunakan magnet yang kuat untuk mendapat jarum itu, dan itulah sulitnya. Seperti batu yang sangat keras, aku tak tahu berapa lama aku dapat mengikisnya. Tidak seperti junior-juniorku yang lain, dia itu terkesan ‘sok jual mahal’ aku jadi terkadang bosan dengan sikapnya yang seperti itu.
***
        1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, sepertinya sulit sekali aku menemukan jarum itu, sulit sekali aku mengikis hatinya. Sampai akhirnya aku tahu ternyata dia telah menyukai seorang gadis yang satu kelas dengan Buyung, aku pun pupus. Semangatku yang membara seperti hilang tertiup angin yang bertekanan tinggi. Tiba-tiba aku teringat kembali bahwa aku pun juga masih memiliki kekasih, betapa bodohnya aku mengejar laki-laki lain dan meninggalkan kekasihku sendiri. Aku pun akhirnya mencoba untuk memperbaiki hubunganku dengan Bagas yang sempat tak jelas kelanjutannya, namun ketika aku ingin kembali lagi pada kekasihku, Satria mulai menunjukan sifat aslinya, dia pun seperti membuatku berhenti untuk berjalan, dia seperti palang kereta api yang melarang siapa saja untuk bergerak maju. Aku pun tak punya pilihan, aku harus jujur dengan perasaanku ini bahwa aku ternyata memendam perasaan padanya. Aku tak tahu apakah yang kulakukan ini benar atau salah. Akhirnya aku pun memilih keduanya, apakah aku mendua? Aku pun bingung dengan apa yang ku lakukan saat ini.
***
        Januari, bulan favoritku di antara keduabelas bulan yang lain, karena biasanya ada banyak hal menarik selama bulan ini dan juga ulang tahunku di bulan ini. Tapi sepertinya tidak untuk kali ini, keberuntungan tidak ada padaku saat ini, masalah demi masalah datang bertubi-tubi. Di akhir bulan ini pun akhirnya aku memutuskan hubunganku dengan Bagas, bukan karena Satria, Buyung, atau pun Sandy, ini karna kesalahanku yang selama ini memang terlalu jauh dan egois sampai aku lupa dengannya.
        Biarpun cukup menyedihkan, tapi aku tetap bahagia karna salah satu bebanku selama ini sudah sedikit berkurang. Aku juga senang karna dengan berpisahnya aku dengan Bagas, aku lebih leluasa untuk berteman dengan siapa saja yang aku inginkan. Penyesalan memang ada, tapi aku mencoba untuk melupakan hal itu, aku ingin membuang masa laluku karna aku tak bisa hidup bila selalu melihat masa lalu itu. Keputusan kami untuk berpisah ternyata kurang disetujui oleh beberapa temanku, karna menurut mereka kami sudah sangat cocok, tapi apa boleh buat, ini sudah keputusan akhir kami.
        Hari berganti hari, aku pun menyibukan diriku dengan soal-soal latihan UN dan sesekali aku menghibur diriku dengan alunan musik-musik Big Bang. Semakin dekat pula hubunganku dengan Satria, aku tak tahu bagaimana awal mulanya, tetapi sepertinya kami sudah begitu dekat meskipun pada kenyataannya kami tak pernah berbicara ataupun bertatap muka secara langsung di sekolah. Aku tahu mungkin sulit baginya karna aku adalah seniornya, dan bila ku lihat cukup janggal juga karna aku lebih tua dua tahun darinya. Jarak usia yang menurutku cukup jauh, tak membuat hubunganku dengannya menjadi canggung, kami tetap menjalaninya walau kami pun tak tahu hubungan apa yang kami jalain saat ini. Tak terasa juga UN pun semakin dekat, hampir satu bulan lagi, kini ia tak lagi hanya sekedar junior, ia telah menyuntikan sebuah semangat mendalam dalam diriku, semakin gencar juga aku untuk bertempur di medan UN.
        Bagaikan kronologi dalam hidupku, kini ku sudah menapaki bulan Maret dan tak lama lagi aku akan menghadapi UN. Namun semakin hari juga aku semakin bingung, namun tak lama kebingungan itu pun sirna, bukan karna apa-apa tapi suatu hal yang tak kuduga sebelumnya terjadi, tepat hari ini, Kamis, 10 Maret 2011 aku dan Satria mencapai sebuah kesepakatan. Terdengar seperti sebuah perjanjian damai, tapi ini bukan, setelah percakapan cukup panjang yang bermula dengan ketidaksengajaanku menanyakan tentang kejelasan hubungan kami, kami pun akhirnya berpacaran. Aneh, memang aneh, tapi inilah kami, aku juga tak dapat menolak karna aku memang menyukainya sejak lama. Apakah terdengar bodoh? Sangat ! Apakah terkesan beda? Pasti ! Tapi aku suka ! yah, mau bagaimana lagi ini juga sudah keputusan akhirku.
        Memutuskan untuk mengakhiri masa lajang dengan cepat buatku adalah masalah, karna tak lama lagi aku akan menghadapi UN. Sejak awal aku memang salah, tapi aku juga tak ingin menyia-nyiakannya, aku sudah menyukainya sejak lama, bahkan ketika aku masih berhubungan dengan orang lain. Akan tetapi dia sudah mengerti dengan keadaanku ini, dan aku pun mengerti bagaimana dia.
        Hmm..,” kata Satria cuek, seperti biasanya.
        Bisa katakan yang lain selain itu?” jawabku.
        Mba, aku suka kamu..,” katanya, sedikit ragu.
Aku pun memeluknya, “Haha, iya dek. Aku juga suka sama kamu, suka banget, paling suka di seluruh dunia.
Kami pun menjalani hubungan ini tanpa ada satu orang pun yang tahu, bahkan kawan dekatku pun yang sudah berkali-kali kuberitahu juga tak mempercayainya.
        Hari-hari kulalui seperti biasanya, semangatku pun semakin bertambah berkat suntikan-suntikan semangat yang selalu ia berikan. Bagiku dia tak sekedar anak laki-laki, namun buatku dia bagaikan oasis di gurun hatiku yang gersang tanpa ada air, dan ialah yang menyegarkanku.
***
        Heh, may!” kata Naila
Dengan ekspresi wajah bodoh aku pun menjawab,”Haah..apa?”
Jangan mikirin Satria terus! Satria kan sudah sama pacarnya, kenapa masih mikirin dia terus?” katanya tegas
Hmm…,” jawaban ala Satria inilah yang selalu kuucap
Dasar, bocah ini!” katanya sambil memelukku
Tak terasa bulan demi bulan kulalui, kini aku sudah tak bersamanya lagi. Dia memutuskan hubungan kami dengan alasan yang tak jelas, dan yang lebih menyakitkan ternyata dia sudah memiliki kekasih lagi setelah beberapa hari kami memutuskan hubungan, tapi itu bukan apa-apa ternyata seminggu sebelum kami putus, dia sudah berani berbuat yang tidak-tidak. Dia menyatakan cintanya pada dua orang sahabatku, aku pun tak mengerti permainan apa yang dia lakukan.
        Kini semangat dalam hidupku telah hilang, aku berusaha untuk tegar, namun aku sudah cukup tersakiti, dan kini nyawaku seperti tak lagi hidup, yang hidup hanyalah tubuhku ini. Sedikit demi sedikit ku lupakan kesedihanku, segala cara ku lakukan, namun seperti aku tak bisa lagi hidup. Namun sekeras apapun aku mencoba untuk menutupi segala kesedihan ini dengan tertawa, aku tetap tak bisa. Aku mencoba untuk bangkit, namun tubuhku selalu sebaliknya, tubuhku semakin lemas dan tak bertenaga, penyakit-penyakitku mulai tumbuh lagi.
        Kami sudah tak satu sekolah lagi, sehingga sulit bagi kami untuk bertemu, mungkin itulah yang menyebabkan ia menjadi seperti ini.
        Mba?” kata teman sebangkuku
        Hmm..” jawabku
Lemes banget kayaknya…” tanyanya, penasaran melihatku yang kelihatannya selalu suram.
Emang, udah ilang semangatku,” jawabku lemas
Mesti gara-gara Satria,” ia berkata
Ya mesti,” jawabku cepat
Sabar yah,” katanya, member semangat padaku
Iya..makasih ya,” jawabku kemudian
Berbulan-bulan sudah aku menjalani hidupku tanpanya lagi, namun kata-katanya seperti selalu terdengar di telingaku. Mengingatkanku pada saat itu. Bel istirahat berbunyi, tidak ada satu pun pesan di layar handphone-ku seperti biasanya. Waktu istirahat kuhabiskan untuk membuka jejaring sosial Facebook, 1 pesan terlihat. Segera aku mengecek pesan yang baru terlihat itu, ternyata dari salah satu kawan Satria, yang berisi bahwa saat ini Satria sedang berada di Rumah Sakit karna penyakir Leukimia yang dideritanya. Mendengar kabar itu aku pun menangis seketika, apa yang terjadi? Bagaimana bisa? Dia tak pernah sakit separah ini. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi saat ini. Sampai malam pun aku tak bisa tidur karna selalu memikirkannya. “Drrr…drrrt..” hpku bergetar, satu pesan diterima. Ternyata dari Satria, tak biasanya dia mengirim pesan padaku.
        Mba..”, isi smsnya
        Apa?” balasku
        Aku sakit,” balasnya lagi
Aku tau, cepet sembuh yaa, aku nggak tega lihat kamu sakit-sakitan kaya gini,” balasku
Iya mba..,” balasan terakhir darinya
Setelah seminggu berlalu akhirnya keadaannya kembali pulih. Aku pun kini cukup tenang karna kekhawatiranku akhirnya berangsur-angsur hilang, namun ia cukup berbeda dari sebelumnya. Ia seakan-akan datang lagi dalam kehidupanku, mengisi lagi gelas-gelas jiwaku yang kosong.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar