LAPORAN
RESMI BIOLOGI
LAJU
RESPIRASI
Disusun oleh :
Maya Elvira Castro
(XI IPA 3/19)
SMA NEGERI 1
KEBUMEN
TAHUN AJARAN
2012/2013
|
I.
Judul
Kegiatan dan Tanggal Praktikum
a.
Judul Kegiatan : Laju Respirasi
b.
Tanggal kegiatan
: 04 Februari 2013
II.
Tujuan
Percobaan
·
Mengetahui kecepatan
respirasi pada hewan (serangga), yaitu jangkrik dan belalang
·
Mengetahui pengaruh
berat serangga terhadap laju respirasi
III.
Landasan Teori
Respirasi
adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa
organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian
respirasi pada hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi
menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator
mengalami reduksi menjadi H2O. Yang disebut substrat respirasi
adalah setiap senyawa organik yang dioksidasikan dalam respirasi, atau
senyawa-senyawa yang terdapat dalam sel tumbuhan yang secara relatif banyak
jumlahnya dan biasanya direspirasikan menjadi CO2 dan air. Sedangkan
metabolit respirasi adalah intermediat-intermediat yang terbentuk dalam
reaksi-reaksi respirasi.Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang
terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Terdapat beberapa substrat respirasi yang
penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis gula seperti glukosa,
fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan protein (digunakan pada keadaan
& spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan
sebagai berikut:
C6H12O6
+ O2 à 6CO2 + H2O + energi
Laju respirasi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Ketersediaan substrat. Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang
penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang
rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya
bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat.
2. Ketersediaan Oksigen. Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju
respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies
dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal
kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena
jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah
dari oksigen yang tersedia di udara.
3. Suhu. Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait
dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk
setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing
spesies. Tipe dan umur tumbuhan. Masing-masing spesies tumbuhan memiliki
perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi
akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju
respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada
organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Serangga
mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk
mengengkut dan mngedarkan O2 ke seluruh tubuh serta mengangkut dan
mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang
menjadi saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena
itu, pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak
membutuhkan bantuan sitem transportasi atau darah.
Udara masuk
dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri
tubuhnya. Selanjutnya dari stigama, udara masuk ke pembuluh trachea yang
memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya
pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya pengaruh kontraksi
otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur.
IV.
Alat, Bahan,
dan Cara Kerja
a.
Alat dan Bahan :
1. Respirometer
sederhana
2. Neraca
3. Jangkrik dan
Belalang
4. Kristal NaOH (KOH)
5. Larutan erosin
6. Plastisin/vaselin
7. Kapas
8. Suntikan
9. Stopwatch/ pengukur
waktu
b.
Cara Kerja :
1. Timbanglah
serangga/ jangkrik yang akan dipakai untuk praktikum
2. Susunlah alat dan
bahan seperti gambar di atas
3. Tempatkan pada
tempat yang datar
4. Tutuplah sambungan antara
pipa dengan bejana agar tidak bocor udaranya
5. Sebelum ujung pipa
diberi laruitan eosin, tutuplah dengan jari telunjuk selama 1-2 menit
6. Masukan di ujung
pipa berskala larutan eosin, satu tetes
7. Mulai menghitung
gerakan eosin setiap 2 menit
8. Hitunglah berapa cc
oksigen yang dibutuhkan sesrangga dalam waktu 10 menit
9. Ulangi langkah di
atas pada serangga/ belalang yang berbeda beratnya.
V.
Hasil
Pengamatan
No.
|
Sampel
|
Berat Sampel
|
Waktu
|
O2 yang diperlukan untuk respirasi
|
1.
|
Belalang
|
0,5 gram
|
2 menit (1)
2 menit (2)
2 menit (3)
2 menit (4)
2 menit (5)
|
0,01
0,01
0,01
0,05
0,05
|
2.
|
Jangkrik
|
0,4 gram
|
2 menit (1)
2 menit (2)
2 menit (3)
2 menit (4)
2 menit (5)
|
0,16
0,26
0,23
0,12
|
VI.
Pembahasan
Serangga merupakan hewan terestrial yang tidak
memiliki paru-paru tetapi menggunakan system trakea untuk pertukaran
gasnya. Kulit pada serangga, terletak di kedua sisi bagian toraks dan abdomen,
memiliki sederetan pori-pori atau disebut juga spirakel, yang tersusun pada
setiap segmen dan berhubungan dengan sistem saluran trakea. Spirakel dilindungi
kutub atau rambut-rambut untuk mencegah evaporsi yang berlebihan lewat
pori-pori ini.
Trakeae (jamak) tersusun dengan teratur,
sebagian berjalan longitudinal (memanjang) dan sebagian lagi transversal
(melintang). Diameter trakeae yang besar berkisar sekitar 1 mm dan selalu
terbuka dengan penebalan berbentuk spiral dan melingkar, terbentuk dari khitin
yang keras, merupakan suatu bahan yang juga terdapat pada kutikula. Fungsi
spirakel dan trakeae untuk memungkinkan lewatnya udara ke percabangan saluran
yang disebut trakeol, yang merupakan saluran lembut intraselular dengan
diameter sekitar 1 μm. Jumlahnya sangat banyak dan berada di berbagai jaringan,
terutama otot. Berbeda dari trakeae, saluran-saluran lembut ini tidak dilapisi
kutikula; pertukaran gas terjadi dengan mudah melewati dinding saluran ini.
Sistem pernapasan serangga sangat berbeda
dengan sistem pernapasan pada hewan lain. Melalui sejumlah percabangan saluran
udara pada sistem trakea, oksigen langsung dibawa ke jaringan, jadi tidak
dilaksanakan melalui aliran darah. Distribusi oksigen dan pengeluaran
karbondioksida tidak dilakukan lewat sistem peredaran. Tapi melalui difusi,
oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya berukuran kecil. Namun, pada
beberapa spesies, difusi ini dibantu dengan gerakan ritmis toraks atau abdomen.
Cara mengalirkan udara (ventilasi) seperti itu, misalnya pada belalang yaitu
spirakel dibuka dan ditutup bergantian, sehingga udara dapat masuk ke tubuh
lewat spirakel toraks dan keluar lewat spirakel abdomen. Selain itu, serangga
dapat mengendalikan laju masuknya oksigen ke jaringan. Bila terjadi peningkatan
aktivitas otot (pada saat terbang), akan terjadi penumpukan asam laktat di
jaringan. Akibatnya tekanan osmosis cairan jaringan meningkat hingga cairan di
trakeol terserap masuk, sehingga jalan udara lebih leluasa mencapai jaringan
dan difusi oksigen ke jaringan lebih cepat. (Darmadi goenarso, 2005).
Untuk menghitung laju konsumsi Oksigen
tersebut, digunakan alat yang bernama Respirometer. Dengan respirometer laju
konsumsi Oksigen bisa diketahui lewat cairan eosin yang dimasukkan ke dalam
pipa respirometer. Karena hewan yang ada dalam tabung/botol respirometer hanya
mengkonsumsi Oksigen yang ada dalam pipa, cairan eosin perlahan-lahan akan maju
sesuai dengan pengambilan oksigen yang dilakukan hewan tersebut sehingga
menunjukkan skalanya. Sedangkan hasil respirasi (CO2) yang
dikeluarkan oleh hewan, diikat oleh KOH yang disimpan ditempat yang sama dengan
hewan yang diuji, sehingga dalam botol maupun dalam pipa respirometer hanya ada
oksigen saja. Dan untuk menghindari kebocoran, olesi dengan plastisin pada
sambungan antara botol dengan pipa respirometer, karena apabila bocor akan
sangat berpengaruh kepada laju konsumsi oksigen dan bisa-bisa laju konsumsi
yang dihitung itu tidak murni hasil respirasi hewan yang sedang diuji.
Akan tetapi, dalam percobaan untuk mengukur
laju respirasi ini. Kami menemukan banyaknya kejanggalan dari hasil pengamatan
dengan teori yang kami dapat sebelumnya. Berikut adalah, beberapa uraian yang
memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan dalam praktikum kali ini :
1.
Kurang telitinya dalam proses penghitungan
waktu, atau pada saat memasukan eosin ke dalam pipa/ respirometer, waktunya
tidak tepat.
2.
Di dalam pipa/ respirometer terdapat gelembung
air, sehingga menghambat masuknya O2.
3.
Kesalahan dalam pengukuran berat serangga.
4.
Kesalahan dalam pembersihan alat percobaan.
VII.
Kesimpulan
Pada proses respirasi menghasilkan
karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan sejumlah energi.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi adalah berat tubuh,
kegiatan tubuh dan suhu tubuh.
Bedasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan dapat di tarik kesimpulan bahwa KOH dapat membantu mempercepat
proses pernapasan pada belalang, dan terdapat hubungan antara berat
(ukuran/besar) serangga dengan kecepatan pernafasannya, semakin berat (besar)
tubuh belalang maka semakin banyak oksigen yang di butuhkan sehingga semakin
cepat pernapasannya. Sebaliknya, Semakin ringan berat serangga (ukurannya
kecil) maka makin sedikit pula oksigen yang ia butuhkan sehingga semakin lambat
pernapasannya. Begitu pula dengan aktifitas belalang tersebut, juga
mempengaruhi kebutuhan oksigen.
Akan tetapi, dalam percobaan yang telah
dijelaskan sebelumnya dalam pembahasan untuk mengukur laju respirasi ini. Kami
menemukan banyaknya kejanggalan dari hasil pengamatan dengan teori yang kami
dapat sebelumnya. Berikut adalah, beberapa uraian yang memungkinkan terjadinya
kesalahan-kesalahan dalam praktikum kali ini :
1.
Kurang telitinya dalam proses penghitungan
waktu, atau pada saat memasukan eosin ke dalam pipa/ respirometer, waktunya
tidak tepat.
2.
Di dalam pipa/ respirometer terdapat gelembung
air, sehingga menghambat masuknya O2.
3.
Kesalahan dalam pengukuran berat serangga.
4.
Kesalahan dalam pembersihan alat percobaan.
VIII.
Daftar
Pustaka dan Referensi
Syamsuri, Istamar, dkk. 2007. Biologi untuk SMA Kelas XI Semester 2.
Jakarta. Penerbit Erlangga
Kebumen, 10 Februari 2013
Praktikan
Maya
Elvira Castro
XI
IPA 3/19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar